Jalan Terjal Swasembada Pangan: Mampukah Konsep Pemupukan Berimbang Menjawab Visi Kedaulatan Pangan?
HIMPO Indoensia selaku produsen pupuk Petroganik dan menjadi organisasi produsen pupuk organik terbesar di Indonesia bukanlah mengharamkan pupuk kimia sama sekali. Melainkan, menempatkannya pada posisi yang tepat dalam sebuah sistem yang disebut pemupukan berimbang. Konsep ini secara logis memadukan keunggulan masing-masing jenis pupuk untuk mendapatkan hasil optimal yang berkelanjutan.
M. Safrudin Musthofa_Admin
7/2/20256 min read
A. Pendahuluan
Gema visi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia kembali digaungkan dengan kuat oleh Menteri Pertanian, Bapak Andi Amran Sulaiman. Cita-cita swasembada pangan, khususnya pada komoditas strategis seperti padi dan jagung, menjadi agenda prioritas yang tak bisa ditawar. Untuk mencapainya, percepatan produksi melalui berbagai program intensifikasi pertanian menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, penggunaan pupuk kimia atau anorganik secara masif memang mampu memberikan lonjakan hasil panen dalam waktu singkat. Namun di sisi lain, tanpa kita sadari, kita sedang mewariskan bom waktu: degradasi kesuburan tanah yang mengancam keberlanjutan produksi itu sendiri. Lahan pertanian kita seolah "sakit" dan kecanduan input kimia.
Di tengah dilema ini, muncul sebuah pendekatan yang lebih bijak dan rasional, sebuah jalan tengah yang menolak dikotomi ekstrem antara "pro-organik" dan "pro-kimia". Pendekatan inilah yang kini menjadi salah satu fokus Himpunan Mitra Produksi Organik Indonesia (HIMPO Indonesia) dalam perannya mewujudkan ketahanan pangan melalui pupuk Petroganik: mendorong penggunaan pupuk organik berkualitas sebagai fondasi, yang bersinergi secara cerdas dengan pupuk anorganik. Pertanyaannya, mampukah konsep pemupukan berimbang ini menjadi jawaban atas tantangan ketahanan bahkan kedaulatan pangan nasional kedepannya? Seberapa strategis peran pupuk organik dalam skema besar ini?
B. Alarm dari Lahan Kritis: Mengapa Pupuk Petroganik Menjadi Kebutuhan Mendesak?
Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus jujur mengakui kondisi lahan pertanian di Indonesia terlebih dahulu. Praktik pertanian intensif yang telah berlangsung puluhan tahun dengan mengandalkan pupuk kimia semata telah meninggalkan jejak yang nyata. Pupuk kimia, dengan segala kelebihannya dalam menyediakan unsur hara makro (N, P, K) secara cepat, tidak dirancang untuk "memberi makan" tanah. Ia hanya menyuplai nutrisi langsung ke tanaman. Akibatnya, kandungan bahan organik tanah, yang merupakan nyawa dari kesuburan lahan, terus terkuras.
Data penelitian mengenai kandungan unsur-unsur di lahan menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Saat ini, hampir sebagian besar tanah pertanian di Indonesia rata-rata kandungan C-organiknya kurang dari 2%, padahal tanah yang subur idealnya memiliki kandungan C-organik antara 3-5%. Menipisnya kandungan C-organik ini berdampak serius pada rusaknya sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Tanah menjadi padat, keras, sulit menyimpan air, dan aktivitas mikroorganisme penyubur tanah menurun drastis. Penelitian oleh Tini et al. (2022) juga menunjukkan bahwa aplikasi pupuk kimia secara terus-menerus tanpa diimbangi bahan organik dapat menyebabkan penurunan pH tanah (tanah menjadi masam) dan mengurangi ketersediaan beberapa unsur hara penting.
Inilah alasan mengapa keberadaan pupuk organik menjadi sangat krusial dan tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Pupuk petroganik berfungsi sebagai "pembenah tanah" atau soil conditioner. Perannya bukan sekadar menambah hara, melainkan memperbaiki ekosistem tanah keseluruhan. Dengan aplikasi pupuk organik yang konsisten, struktur tanah akan kembali gembur, kemampuan tanah menahan air meningkat, dan populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat tersebut pun kembali berkembang biak. Mikroorganisme inilah yang nantinya membantu melepaskan unsur hara yang terikat di dalam tanah sehingga dapat diserap tanaman. Dengan kata lain, tanpa pupuk petorganik, kita hanya akan memacu produksi sesaat di atas lahan yang sekarat.
C. Konsep Pemupukan Berimbang: Jalan Tengah Menuju Produktivitas Pertanian yang Berkelanjutan
HIMPO Indoensia selaku produsen pupuk Petroganik dan menjadi organisasi produsen pupuk organik terbesar di Indonesia bukanlah mengharamkan pupuk kimia sama sekali. Melainkan, menempatkannya pada posisi yang tepat dalam sebuah sistem yang disebut pemupukan berimbang. Konsep ini secara logis memadukan keunggulan masing-masing jenis pupuk untuk mendapatkan hasil optimal yang berkelanjutan. Mari kita bedah perannya:
1. Pupuk organik sebagai fondasi kesehatan tanah: pupuk organik diibaratkan sebagai "makanan pokok" bagi tanah. Ia diaplikasikan sebagai investasi jangka panjang untuk membangun dan memelihara kesuburan. Dengan tanah yang sehat gembur, kaya bahan organik, dan penuh kehidupan mikroba sehingga efisiensi penyerapan unsur hara oleh akar tanaman akan meningkat secara signifikan. Studi oleh Harsanti et al. (2023) menegaskan bahwa kombinasi pupuk organik dengan kimia memberikan hasil pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik dibandingkan penggunaan pupuk kimia tunggal.
2. Pupuk kimia sebagai suplemen pemicu pertumbuhan: jika pupuk organik adalah makanan pokok, maka pupuk kimia berperan sebagai "suplemen" atau "vitamin" yang diberikan sesuai kebutuhan spesifik tanaman pada fase-fase pertumbuhan kritisnya. Ia menyediakan unsur hara makro dalam bentuk yang siap serap dan dalam jumlah yang terukur untuk memacu pertumbuhan vegetatif atau pengisian buah dan biji. Penggunaannya menjadi jauh lebih efisien dan efektif ketika diaplikasikan pada tanah yang sudah "sehat" berkat pupuk organik. Penelitian internasional oleh Cui et al. (2020) di Global Change Biology mendukung hal ini, menunjukkan bahwa pengurangan pupuk nitrogen sintetis yang dikombinasikan dengan pupuk kandang dapat mempertahankan hasil panen yang tinggi sambil mengurangi dampak negatif lingkungan secara signifikan.
Dengan demikian, pemupukan berimbang memutus siklus setan: petani tidak perlu lagi memberikan dosis pupuk kimia yang semakin tinggi setiap musimnya untuk mengejar target produksi di lahan yang semakin tidak responsif. Sebaliknya, dengan fondasi organik yang kuat, dosis pupuk kimia dapat digunakan secara lebih bijak dan bahkan berpotensi dikurangi secara bertahap tanpa mengorbankan hasil.
D. Peran Strategis HIMPO Indonesia dan Krusialnya Jaminan Mutu Pupuk Petroganik
Di sinilah peran HIMPO Indonesia menjadi sangat strategis. Sebagai organisasi yang menaungi produsen pupuk organik, HIMPO tidak hanya mengadvokasikan konsep, tetapi juga berupaya memastikan implementasinya di lapangan berjalan dengan benar. Salah satu langkah kuncinya adalah mendorong penggunaan pupuk organik yang berkualitas. Mengapa ini penting? Karena tidak semua yang bernama "pupuk organik" memiliki mutu yang sama.
Pupuk organik yang baik harus memenuhi standar mutu yang jelas, seperti yang ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) 7763:2024, yang mencakup parameter krusial seperti kandungan C-organik minimal 15%, rasio C/N, kadar air, hingga batas cemaran logam berat. Penggunaan pupuk organik berkualitas rendah atau belum matang justru dapat merugikan, misalnya menyebabkan persaingan unsur hara antara tanaman dengan mikroba dekomposer (Badan Standarisasi Nasional 2024).
Melalui program seperti "Kampung Perlindungan Organik" dan kemitraan dengan produsen pupuk organik terstandar seperti produk Petroganik, HIMPO Indonesia berupaya:
● Mengedukasi petani mengenai pentingnya memilih dan menggunakan pupuk organik yang telah teruji mutunya.
● Membangun model percontohan penerapan pemupukan berimbang yang dapat direplikasi.
● Mendorong kemandirian petani dalam memproduksi pupuk organik berkualitas di tingkat lokal, namun tetap mengacu pada standar mutu yang ada.
Tantangan terbesarnya adalah: bagaimana memastikan jaminan mutu ini dapat terskala secara masif di seluruh Indonesia? Ini memerlukan pengawasan internal yang kuat dari produsen, peran lembaga sertifikasi yang kredibel, serta kesadaran dari petani itu sendiri.
E. Menautkan Visi HIMPO Indonesia dengan Agenda Kedaulatan Pangan Bapak Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman
Visi Menteri Pertanian, Bapak Amran Sulaiman, untuk menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia adalah sebuah cita-cita besar yang memerlukan fondasi yang kokoh. Mengejar swasembada dengan mengabaikan kesehatan tanah adalah strategi yang rapuh dan tidak berkelanjutan. Lahan yang terdegradasi pada akhirnya akan memerlukan biaya pemulihan yang jauh lebih mahal dan mengancam stabilitas produksi pangan nasional di masa depan. Sebuah studi oleh Widyastuti & Gafur (2021) di Jurnal Tanah dan Iklim menyoroti bagaimana praktik konservasi dan penggunaan bahan organik sangat esensial untuk keberlanjutan pertanian di lahan kering.
Pendekatan pemupukan berimbang yang didorong oleh HIMPO Indonesia secara langsung menjawab tantangan ini. Ia selaras dengan agenda kedaulatan pangan karena:
1. Menjamin Keberlanjutan Produksi: Dengan menjaga dan meningkatkan kesehatan tanah, produktivitas lahan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan dalam jangka panjang.
2. Meningkatkan Efisiensi Pupuk: Mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik yang harganya fluktuatif dan seringkali menjadi subjek kelangkaan (subsidi). Hal ini sejalan dengan upaya efisiensi anggaran negara.
3. Membangun Resiliensi Pertanian: Tanah yang sehat lebih tahan terhadap guncangan iklim seperti kekeringan karena kemampuannya menyimpan air lebih baik. Hal ini sangat relevan dengan tantangan perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Penelitian oleh Arif et al. (2020) yang diterbitkan di Jurnal Sustainability juga mengonfirmasi bahwa praktik pertanian organik dan berkelanjutan meningkatkan resiliensi ekosistem pertanian.
Oleh karena itu, mendukung gerakan penggunaan pupuk organik berkualitas sebagai bagian dari sistem pemupukan berimbang bukanlah agenda sektoral milik petani organik saja. Ini harus menjadi bagian integral dari strategi ketahanan pangan nasional.
F. Kesimpulan: Sinergi sebagai Kunci, Bukan Pilihan
Jalan menuju kedaulatan pangan yang dicanangkan oleh Menteri Pertanian, Bapak Amran Sulaiman, tidak akan pernah tercapai secara berkelanjutan jika kita terus membiarkan aset utama kita, kesuburan tanah, terus menerus tergerus. Upaya yang dilakukan HIMPO Indonesia dalam mengadvokasikan pemupukan berimbang melalui penggunaan pupuk organik berkualitas bukanlah sebuah alternatif, melainkan sebuah keharusan logis dan rasional.
Meninggalkan dikotomi usang antara organik dan kimia, dan merangkul sinergi keduanya, adalah kunci untuk membuka potensi produktivitas lahan pertanian Indonesia secara maksimal tanpa mengorbankan masa depan. Pupuk organik membangun fondasi, sementara pupuk anorganik memberikan akselerasi yang terukur. Tanpa fondasi yang kuat, akselerasi secepat apapun hanya akan berujung pada kehancuran. Kini, bola ada di tangan para pemangku kebijakan: akankah sinergi cerdas ini diprioritaskan dalam kebijakan pertanian nasional, atau hanya akan menjadi kisah sukses di kantong-kantong inisiatif lokal? Nasib lumbung pangan dunia ada di persimpangan jalan ini.
Daftar Pustaka
● Arif, C., Taufik, M., & Setiadi, Y. (2020). The effect of sustainable agriculture practices on farming resilience in West Java, Indonesia. J Sustainability, 12(21): 9146.
● Badan Standardisasi Nasional. (2024). Rancangan Standar Nasional Indonesia 3. Diakses pada 11 Juni 2025 dari rsni3_7763_2024_siap_jp.pdf
● Cui, Z., Zhang, H., Chen, X., Zhang, C., Ma, W., Huang, C., & Dou, Z. (2020). Pursuing sustainable productivity with millions of smallholder farmers. J Global Change Biology, 26(5): 1-11.
● Harsanti, E. S., Setyaningsih, L., & Puspitasari, D. R. (2023). Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica rapa L.). Jurnal Agrotek Tropika, 11(1): 160-168.
● Tini, E. S. W., Sudiarso, S., & Aini, N. (2022). Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik dan Anorganik Jangka Panjang terhadap Sifat Kimia Tanah dan Serapan Hara N, P, K Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Alfisol. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 9(1): 125-135.
● Widyastuti, R., & Gafur, S. (2021). Peran Bahan Organik dalam Meningkatkan Keberlanjutan Pertanian Lahan Kering. Jurnal Tanah dan Iklim, 45(1): 69-78.

