Menghadirkan Pupuk Petroganik Yang Berkualitas dan Bermutu

Pentingnya produksi pupuk petroganik yang berkualitas dan bermutu agar peran pupuk petroganik mampu maksimal dalam menjaga kesuburan tanah dan mewujudkan pertanian yang berkelanjutan

Suparta (PT. Petrokimia Gresik)

5/9/20256 min read

A. Pendahuluan

Suatu lahan dikatakan produktivitasnya tinggi manakala mampu menopang tanaman yang tumbuh diatasnya untuk berproduksi secara maksimal sesuai dengan potensinya. Sebaliknya, lahan yang produktivitasnya rendah, tidak akan mampu menopang tanaman untuk berproduksi secara maksimal. Produktivitas memiliki kaitan yang sangat erat dengan kesuburan lahan, dimana lahan yang subur memiliki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi yang baik sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman.

Lahan-lahan pertanian yang senantiasa dikelola secara intensif, sementara bahan organik “terlupakan”, telah menimbulkan dampak yang serius berupa menipisnya kandungan C-organik dalam tanah. Saat ini, hampir sebagian besar tanah pertanian rata-rata kandungan C-organiknya kurang dari 2%, sedangkan tanah- tanah yang subur, kandungan C-organiknya antara 3-5%. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa pupuk organik harus senantiasa digunakan dalam setiap kegiatan budidaya tanaman.

Aplikasi pupuk organik dalam budidaya tanaman harus dilakukan secara konsisten, agar terjadi peningkatan kandungan bahan organik atau C-organik dalam tanah, sehingga dapat memperbaiki sifat-sifat tanah antara lain sifat fisik, kimia, dan biologi. Dengan demikian struktur tanah akan menjadi gembur atau remah, tanah lebih mudah diolah, lebih mudah menyimpan air, dan unsur hara meningkat, serta mikroorganisme dalam tanah berkembang. Pengaruh yang tidak kalah penting dari meningkatnya populasi dan aktivitas mikroorganisme adalah terlepasnya beberapa unsur hara yang terikat dalam tanah sehingga menjadi tersedia atau dapat diserap tanaman serta mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT).

Namun jumlah pupuk organik yang diaplikasikan setiap kali melakukan budidaya tanaman, sangat bergantung pada seberapa besar persentase C-organik tanah yang akan dikelola. Secara umum, takaran pupuk organik berkisar antara 500- 1000 kg/hektar. Takaran yang lebih kecil, pengaruhnya terhadap perbaikan lahan menjadi relatif lebih lambat sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Yang tidak kalah penting untuk difahami adalah bahwa aplikasi pupuk organik tidak hanya dilihat dari aspek fisiknya saja, tetapi syarat mutunya juga harus terpenuhi.

B. Syarat mutu pupuk organik

Berikut standar mutu pupuk organik padat yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana diatur dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) 7763 : 2024

Syarat mutu pupuk organik padat sebagai berikut ;

Dari 12 parameter, terdapat 4 parameter yang menginformasikan mutu fisik yaitu bahan ikutan, ukuran butir, kekerasan butir, dan kerapatan butir. Khusus bahan ikutan, memang yang dibatasi adalah bahan-bahan non organik. Namun bahan ikutan berupa sekam, larva kering, dan serpihan ranting, sekalipun merupakan bahan organik, keberadaannya tetap harus dikendalikan, maksimal 2% seperti batasan bahan ikutan non organik. Sedangkan kekerasan butiran akan menentukan cepat atau lambatnya butiran pupuk organik lumat dan menyatu dalam tanah. Butiran yang lebih lambat lumat pengaruhnya terhadap peningkatan kesuburan tanah menjadi tidak maksimal.


Sedangkan 8 parameter lainnya merupakan mutu kandungan, yang baru bisa diketahui setelah dilakukan uji laboratorium. Agar parameter2 sebagaimana tercantum dalam tabel diatas terpenuhi, diperlukan perencanaan maupun proses produksi yang lebih cermat.

Pemenuhan mutu pupuk organik sangatlah penting, karena dengan mutu yang sesuai itulah pupuk organik akan mampu menunjukkan perannya dalam membantu memperbaiki dan mempertahankan kesuburan lahan. Disamping itu juga akan menjadi jaminan bagi petani untuk senantiasa menggunakan pupuk organik dalam setiap melakukan kegiatan budidaya tanaman.

Disinilah diperlukan komitmen produsen pupuk organik untuk memproduksi pupuk organik yang bermutu sesuai dengan ketentuan, dan peran serta lembaga uji mutu yang kredibel dan independen dalam mensertifikasi setiap pupuk organik yang akan disalurkan ke petani.

Peran pengawasan proses dan mutu yang dilakukan oleh internal produsen maupun eksternal menjadi sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya ketidak sesuaian mutu pupuk organik yang dihasilkan. Disamping itu pendampingan dari eksternal manakala terjadi ketidak sesuaian mutu pupuk organik yang dihasilkan oleh salah satu produsen, juga diperlukan. Karena bagaimanapun, produsenlah yang harus bertanggungjawab atas pupuk organik yang dihasilkan.

Karena itulah serangkaian proses produksi pupuk organik hendaknya dilakukan dengan cermat, mulai perencanaan hingga pasca produksinya.

C. Merajut mutu Petroganik

Ada 3 tahapan penting yang menjadi penentu baik tidaknya mutu pupuk Petroganik yang dihasilkan yaitu pra produksi, saat produksi, dan pasca produksi.

1. Tahap pra produksi

Pra produksi adalah tahap dimana jenis bahan baku yang ingin digunakan mulai diiventarisir antara lain jenisnya, mutunya, kontinyuitas suplainya, jarak dari pabrik, dan juga kewajaran harganya.

Untuk menentukan jenis-jenis bahan baku yang akan digunakan, mutu dan kontinyuitas suplay hendaknya menjadi pertimbangan yang utama, menyusul faktor jarak dan kewajaran harga. Dalam hal ini, survey lapangan diperlukan untuk mendapatkan kepastian sekaligus mendapatkan gambaran tentang ketersediaan, kondisi, dan kemurnian bahan baku.

Selanjutnya tahap yang tidak kalah penting adalah melakukan uji mutu atas sample yang diambil secara benar agar dapat mewakili sejumlah kuantum bahan baku yang akan dibeli.

Sampling dalam rangka uji mutu bahan baku dapat dilakukan sekali atau beberapa kali secara periodik tergantung ketersediaan bahan baku.

Adapun parameter mutu bahan baku yang harus dipastikan memenuhi syarat melalui uji laboratorium adalah C-organik, Nitrogen, pH, kadar air, dan Fe (zat besi). Nilai kadar C-organik serta C/N ratio dapat menjadi indikator tingkat kematangan bahan baku. Dimana kadar C-organik dan C/N ratio yang masih tinggi mencerminkan kondisi bahan baku yang belum matang. Dan secara fisik suhunya juga masih panas.

Penggunaan bahan baku yang belum matang berisiko terjadinya proses dekomposisi lanjutan setelah produk jadi, baik pada saat produk dalam kantong atau setelah diaplikasikan. Apabila kadar air produk dalam kantong mencapai 30% atau lebih, maka dekomposisi lanjutan akan terjadi dalam kantong. Indikasinya adalah suhunya > 40o C, dan dalam kondisi yang lebih parah, dari dalam kantong sampai keluar asap.

Namun manakala kadar air produk yang sudah dikantongi rendah, dimana proses dekomposisi tidak bisa berlangsung, maka proses dekomposisi lanjutan akan terjadi setelah produk diaplikasikan di pertanaman yang lahannya basah. Efek negatif yang akan ditimbulkan adalah terganggunya pertumbuhan tanaman yang masih baru, karena akan terjadi persaingan dalam penggunaan nitrogen dengan mikroba dekomposer.

Kemurnian bahan baku juga perlu dicermati untuk memastikan bahwa bahan baku tidak tercampur dengan bahan lain seperti tanah atau pasir. Tercampurnya bahan-bahan tersebut dalam jumlah yang relatif banyak, mengakibatkan bobot pupuk organik menjadi lebih berat, sehingga volume produk dalam kantong menjadi relatif rendah.

Setelah hasil analisa bahan-bahan baku memenuhi syarat, selanjutnya disusun Consumption Rate (CR) produksi Petroganik. Dan ini bukan berarti CR yang sudah ditetapkan dapat digunakan selamanya. CR hendaknya selalu diperbaharui sesuai dengan hasil uji bahan-bahan baku yang akan digunakan. Untuk mengantisipasi terjadinya penurunan kadar C-organik selama proses produksi, maka kalkulasi C-organik dari formula bahan-bahan baku yang akan digunakan, hendaknya ditetapkan lebih tinggi dari standar. Kalau standar C- organik produk minimal 15%, maka kadar C-organik hasil perhitungan formula bisa ditetapkan 18-19%. Dan setiap terjadi perubahan hasil analisa bahan- bahan baku yang akan digunakan, maka formulanya juga harus disesuaikan.

2. Tahap proses produksi

Tahap ini dimulai dengan pekerjaan menyiapkan bahan-bahan baku sesuai dengan formula (CR) hingga pengantongan, dengan tahapan sebagai berikut:

Pencampuran

Kesesuaian dengan formula dan homogenitas campuran bahan baku adalah langkah awal untuk menghasilkan pupuk Petroganik yang mutunya sesuai dengan standar.

Granulasi

Pada tahap ini, penambahan air harus dikendalikan, karena hasil granulan yang basah berpotensi menyebabkan :

- terjadi penyatuan granul pada saat dalam dryer yang menyebabkan ukuran butiran yang besar relatif banyak, dan berpotensi lengket pada kisi-kisi dryer.

- kadar air produk yang dihasilkan masih relatif tinggi, yang akan berdampak pada tingginya penyusutan.

- memerlukan bahan bakar yang lebih banyak.

Pengeringan

Tujuan proses ini adalah penurunan kadar air sampai batas rata-rata 15% dan mematikan mikroba serta biji rumput yang tercampur dalam bahan baku. Untuk tujuan tersebut, yang harus diperhatikan dari dryer adalah suhu diusahakan stabil dan tidak kurang dari 270O C, diameter dan panjangnya sesuai standar, dan putarannya tidak terlalu cepat. Dalam hal ini besaran suhu dan putaran dapat ditetapkan sampai dihasilkan pupuk Petroganik dengan kadar air pada kisaran 18%.

Pendinginan

Proses pendinginan diperlukan agar suhu pupuk Petroganik yang akan dikantongi ada pada kisaran 30-35O C. Hal ini juga dimaksudkan agar pupuk Petroganik dalam kantong tidak terjadi pengembunan terutama apabila kadar airnya >20%. Penampungan dalam silo sebelum pupuk Petroganik dikantongi dapat menjadi alternatif yang cukup bagus untuk stabilisasi suhu.

Pengayakan

Untuk mendapatkan pupuk Petroganik yang butirannya sedang (2-4,75 mm) >60%, ketiga ukuran ayakan harus dipastikan kondisinya tidak rusak dan tidak kotor. Pengontrolan secara berkala dan rutin sangat diperlukan, agar pada saat pengantongan, hanya yang butirannya sesuai saja yang dikantongi. Sedangkan butiran yang tidak sesuai ketentuan, hendaknya segera diproses dan ditambahkan dalam bahan baku yang sudah tercampur.

Pengantongan & penimbangan

Salah satu syarat yang harus dipenuhi pada tahap ini adalah bahwa bobot pupuk Petroganik hendaknya ditetapkan dengan perhitungan yang tepat untuk mengantisipasi terjadinya susut. Pupuk Petroganik yang dirasakan kering, tentu bobot yang ditetapkan tidak sebesar dibanding dengan yang dirasakan agak basah. Disinilah diperlukan pengalaman atau pengetahuan untuk merasakan tingkat kekeringan pupuk Petroganik yang akan dikantongi.

Dari beberapa point diatas, yang tidak kalah penting adalah memastikan seluruh peralatan proses produksi dalam kondisi tidak berkarat.

3. Tahap pasca produksi

Ada dua hal yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu penataan dan penempatan produk di tempat penyimpanan, dan pembersihan area produksi. Tahap ini lebih berorientasi pada kerapian penataan produk dan kebersihan pabrik.

Penataan dan penempatan produk

Idealnya, pupuk Petroganik di area penyimpanan disusun dengan rapi dan diberi jarak setiap 100 ton. Hal ini dimaksudkan agar terjadi sirkulasi udara, memudahkan penghitungan stock, kelancaran pelaksanaan sampling dan pengangkutan. Yang juga penting adalah memberi identitas produk, antara lain Sudah CoA, Proses Analisa, dan Belum Sampling. Disamping itu prinsip FIFO juga harus diterapkan. Pupuk Petroganik juga harus ditempatkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari dan hujan, serta diberi alas pallet.

Kebersihan pabrik

Aspek kebersihan memang tidak secara langsung mempengaruhi mutu produk, tetapi secara psikologis kebersihan akan menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi pekerja. Dan ketika dilakukan supervisi dan kunjungan yang bersifat mendadak, kondisi pabrik yang bersih akan meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap produsen dan pupuk Petroganik yang dihasilkan.

Menyisihkan waktu 30-60 menit bagi pekerja untuk bersama-sama melakukan bersih-bersih sebelum meninggalkan pabrik, dapat dilakukan setiap hari atau sepekan sekali terutama terhadap bahan baku maupun produk yang tercecer di area produksi maupun di tempat penyimpanan pupuk Petroganik.